D-3 Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

D-3 Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Jumat, 23 Juli 2010

fenomena kesehatan bagi rakyat miskin, apakah rakyat miskin dilarang sakit ?

Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan kita. Berbagai cara dilakukan untuk menjaga kesehatan kita, salah satunya adalah jaminan atau asuransi kesehatan.Tidak dipungkiri kesehatan merupakan faktor penunjang maksimalnya kinerja kita. Semakin maksimalnya kinerja kita maka semakin optimalnya pembangunan bangsa. Karena itulah faktor kesehatan tidak lepas dari perhatian pemerintah, hal ini ditunjukan dengan disusunnya undang-undang tentang kesehatan oleh pemerintah, guna menjamin kesehatan masyarakatnya.

Banyak undang-undang diterapkan di Negara kita, salah satunya undang-undang kesehatan yang mengatur banyak bidang dalam kesehatan baik dari pengobatan, perawatan, pelayanan.semua sangat jelas diatur dalam undang-undang, disempurnakan kembali dengan adanya peraturan- peraturan mengenainya.dari sini terlihat betapa siap, betapa telitinya bangsa kita ini untuk mensejahterakan rakyatnya.Tapi pepatah mengatakan “tak ada gading yang tak retak “ tak ada hal di dunia ini yang sempurna.begitu pula pada pelaksanaan undang-undang, peraturan yang dibuat oleh para menteri terlhat sangat sempurna tapi di aplikasinya banyak sekali terjadi hambatan serta diwarnai dengan manipulasi- manipulasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 34 bahwasanya” fakir miskin dan anak telantar dilindungi oleh Negara”,pasal 28 H “Sebagai warga negara, rakyat miskin mempunyai hak dasar yang melekat pada dirinya untuk mendapatkan pemeliharaan hidup oleh negara, termasuk memelihara kesehatan, sebagaimana dijamin dalam konstitusi dasar negara”. Sebagai konsekuensinya, tentu negara harus bertanggung jawab melindungi, menjaga, dan memelihara kesehatan seluruh warganya tanpa kecuali dan khususnya warga negara yang hidup dalam deraian kemiskinan dan selalu rentan terhadap aneka jenis penyakit.( Siswono, 2008).tetapi pada kenyataannya kewajiban pemerintah yang dicantumkan pada pasal 28 H belumlah terlaksana dengan baik hal ini ditunjukan dengan masih sulitnya masyarakat miskin mendapatkan jaminan kesehatan yang telah disediakan pemerintah, yaitu askeskin. Kesulitan yang menghambat masyarakat miskin mendapatkan haknya dirasakan mulai dari sulitnya pengurusan askeskin, informasi yang tidak menyeluruh ke semua rakyat miskin, ditambah dengan adanya pihak-pihak tertentu yang tidak jujur dalam mengalokasikan dana sehingga banyak dana yang hilang tak berbekas. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kontrol pemerintah dalam menjalankan kewajibannya sesuai dengan pasal 28 H dalam UUD1945. Pemerintah pun menegaskan kembali pasal tersebut melalui program Askeskin yaitu program pemerintah untuk menjamin kesehatan bagi masyarakat miskn dan yang kurang mampu.berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 pemerintah menunjukan PT.ASKES untuk menjalankan program tersebut.

Upaya pemerintah dalam menjalankan kewajibannya untuk menjamin kesehatan masyarakatnya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan , banyak terjadi kejanggalan mulai dari pelaksanaannya, koordinasi, verfikasi, hingga pemutakhiran data rakyat miskin. Mulai dari pendataan rakyat miskin sejak tahun pertama 2005, terdapat Rp 2.3 triliun alokasi dana Askeskin. Dan berturut tahun 2006 sebesar Rp 3,6 triliun, 2007 Rp 2,2 triliun dan untuk 2008 telah dianggarkan Rp 4,6 triliun. Artinya, total anggaran mencapai Rp 12,7 triliun, sementara jumlah rakyat miskin yang harus di-cover tahun ini sebanyak 76,4 juta orang, atau sekitar 30 persen dari total penduduk Indonesia.Menarik mencermati angka-angka yang dipaparkan instansi pemerintah dalam cakupan rakyat miskin. Badan Pusat Statistik-BPS, misalnya, pada awal Juli 2007 melansir jumlah penduduk miskin hingga Maret 2007 sebanyak 37,17 juta jiwa, atau mengalami pengurangan sebesar 2,13 juta jiwa. Artinya, sekitar 16,58 persen dari 224,177 juta penduduk Indonesia. Hitungan matematika sederhana, angka ini mengalami penurunan jumlah rakyat miskin dicatatkan lembaga yang sama pada Maret 2006 sebanyak 39,30 juta atau 17,75 persen dari 221,328 juta total penduduk Indonesia saat itu.

Menurut PT Askes, jumlah kepesertaan rakyat miskin dalam Program Askeskin berdasarkan data Gakin (keluarga miskin) yang kemudian dikoordinasikan dengan pemda, pada semester I 2005 sebanyak 36 juta jiwa. Semester II 2005 meningkat hampir dua kali lipat menjadi 60 juta jiwa. Pada 2006 sebanyak 60 juta jiwa, sedangkan 2007 menjadi 76,4 juta jiwa dari 19,1 juta rumah tangga miskin (RTM) dengan asumsi masing-masing anggota keluarga 4 orang. Anehnya lagi, dalam pengelolaan anggaran Askeskin 2008 sebesar Rp 4,6 triliun, jumlah rakyat miskin tidak bergerak alias tetap di posisi 76,4 juta jiwa. Perhitungan Depkes sebagai pengelola baru Askeskin, dana yang tersedia diperkirakan mampu meng-cover sekitar 41 juta rakyat miskin. Artinya nasib sekitar 35,4 juta siap-siap terkapar akibat tidak mendapatkan akses kesehatan. Kalau beranjak dari perbandingan data-data BPS dan PT Askes/Depkes menyangkut keberadaan rakyat miskin, terlihat jelas perbedaan signifikan, sebesar 37,23 juta jiwa atau lebih dari dua kali lipat jumlah rakyat miskin versi BPS. Artinya, kalau ikut versi PT Askes/Depkes, maka rakyat miskin yang berhak mendapatkan Askeskin, hampir 33 persen dari total penduduk Indonesia, atau setara dengan total penduduk Mesir, yang jumlahnya 76 juta lebih, sesuai versi CIA World Factbook 2004. Sebagai pelaksana tunggal Program Askeskin dengan bayaran management fee sebesar 5 persen dari hampir Rp 8 triliun total dana Askeskin hingga 2007 yang dikucurkan pemerintah, maka jumlah rakyat miskin sebagai peserta Askeskin akan mencengangkan bila dibandingkan paparan BPS. ( Siswono, 2008)

Tak hanya program Askeskin, pemerintah juga menjalankan program Jamkesmas yang dirujuk dari Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tetapi program ini masih bernafaskan asuransi sehingga mengharuskan pembayaran premi dan iuran masyarakat.padahal program ini berbeda dengan asuransi, pemerintah membayar semua kebutuhan medis sehingga masyarakat tidak dipungut biaya, baik untuk perawatan, fasilitas rumah sakit, dan semua obat.tetapi dalam kenyataannya masyarakat miskin masih mengalami kesulitan untuk dapat menikmati yang menjadi hak mereka yang telah diatur dalam undang-undang.

Berbagai upaya pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakatnya terutama masyarakat miskin masih belum maksimal. Masih banyak yang harus dibenahi dalam pelaksanaan undang-undang yang telah disusun oleh pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat miskin.

referensi : http://www.kabarbisnis.com/makro/politik/2810814-__Asuransi_wakil_rakyat_Rp5_5_juta__rakyat_miskin_Rp12_809.html
http://www.ptaskes.com/content.php?read=askesjamkesmas
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1203924521,93550,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar