D-3 Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

D-3 Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Jumat, 23 Juli 2010

SWAMEDIKASI OLEH APOTEKER

SWAMEDIKASI OLEH APOTEKER

Swamedikasi merupakan pelayanan obat non resep kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri. Adanya swamedikasi ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pasien atau masyarakat dalam melakukan pertolongan atau pengobatan awal pada sakit yang dideritanya secara cepat, aman, dan rasional. Yang berhak melakukan swamedikasi disini adalah apoteker, sehingga peran apoteker sangat penting sekali dalam pemberian segala informasi mengenai obat yang akan dikonsumsi pasien untuk menjamin pasien meminum obat secara tepat dan aman. Tidak semua obat dapat diberikan dengan swamedikasi, atau tanpa resep dokter. Obat yang dapat diberikan secara swamedikasi hanya obat golongan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat OWA (Obat Wajib Apotek). Selain obat golongan tersebut dilarang untuk diberikan kepada pasien secara swamedikasi.

Namun pada kenyataannya, apoteker sering menyalahgunakan wewenangnya dalam melakukan swamedikasi dengan memberikan obat non OWA kepada pasien. Misalnya obat golongan antibiotik. Para masyarakat awam menganggap antibiotik merupakan obat yang sudah umum atau sering digunakan, dan tidak berbahaya sehingga tidak perlu tanpa resep dokter untuk mendapatkannya. Dengan keadaan ini apoteker dapat dengan mudah menjual antibiotik non resep. Padahal sudah jelas obat golongan antibiotik (tetrasiklin, penisilin, kloramfenikol, sulfonamide, dsb) terdapat logo K berwarna merah dalam lingkaran hitam yang merupakan logo obat keras. Obat golongan ini dapat membahayakan pasien apabila tidak dikonsumsi secara benar dan tepat. Misalnya antibiotik apabila tidak dikonsumsi sesuai dengan aturan, yaitu sejumlah obat yang diberikan harus diminum sampai habis walaupun sakit yang dideritanya telah sembuh, maka dapat mengakibatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication eror) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat terhadap obat yang dikonsumsinya. Disini apoteker memiliki peran yang besar dalam memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) kepada pasien. Maka hendaknya apoteker jangan memanfaatkan swamedikasi untuk menjual obat-obatan golongan keras dengan tanpa resep kepada pasien hanya untuk keuntungan semata.

Pemerintah telah menetapkan jenis obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dengan membuat beberapa SK, diantaranya SK Menteri No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang obat wajib apotek. Obat-obat yang terdaftar pada lampiran SK tersebut digolongkan menjadi obat wajib apotek No. 1 yang selanjutnya disebut OWA No. 1. Karena perkembangan bidang farmasi yang menyangkut khasiat dan keamanan obat maka dipandang perlu untuk ditetapkan daftar OWA No.2 sebagai revisi dari daftar OWA sebelumnya. Daftar OWA No. 2 ini kemudian dilampirkan pada keputusan menteri kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993. Kemudian dalam PP 51 tahun 2009 pasal 24 huruf c, disebutkan bahwa dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan yng berlaku.

Maka dapat disimpulkan dari KepMenkes no 924, SK Menkes no 347 dan PP No.51 bahwa apoteker dalam melakukan swamedikasi tidak boleh memberikan obat keras non resep kepada pasien, kecuali obat keras yang termasuk dalam obat OWA. Pelanggaran hukum yang dilakukan tidak hanya melanggar aturan tersebut di atas saja, tetapi melanggar pula UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Karena tindakan tersebut yang dilakukan, bukannya memberi manfaat kesembuhan dan melindungi pasien tetapi justru membahayakan kesehatan pasien. Walaupun pemberian obat keras oleh apoteker disertai dengan pemberian KIE kepada pasien, tetap saja tindakan tersebut telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawab untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sudah semestinya saat ini sebagai konsumen juga lebih cerdas dalam menerima atau membeli obat. Hendaknya juga lebih aktif dalam menanyakan obat-obatan yang akan dibeli atau dikonsumsi kepada tenaga medis yang merupakan ahlinya (apoteker atau dokter) sehingga menjamin keamanan apabila obat tersebut dikonsumsi. Dan juga masyarakat harus lebih pintar untuk mengetahui obat mana yang terjual bebas, yang dapat dibeli tanpa resep dokter, dan mana obat yang harus dibeli dengan resep dokter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar